Pindahan Di Tempat Hari ini banyak sekali orang yang berbondong-bondong untuk melakukan hijrah, seraya ingin mengha...

MELAMUN | "Pindahan Di Tempat"

 

 

Pindahan Di Tempat

Hari ini banyak sekali orang yang berbondong-bondong untuk melakukan hijrah, seraya ingin menghapus dosa yang pernah ia buat dan juga sebagai media “menjemput hidayah”, mayoritas bercerita tentang masa lalunya yang kelam dan terkadang hal itu seringkali dijadikan bahan motivasi berdakwah, menjual masa lalu yang kelam lalu digiring untuk melakukan hijrah. Tentunya mayoritas masyarakat akan setuju dengan hal-hal seperti itu, saya sendiri juga setuju, tidak ada yang salah karena ini sebuah kampanye positif, hanya saja yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai manusia menyikapi fenomena hijrah ini agar tetap terjaga dalam guncangan.

 

Satu sisi para pendengar akan dibuat penasaran bahkan terhibur dengan kisah masa lalu mereka yang kelam, penuh kesalahan, penuh penyesalan, lalu tiba-tiba ia tersadar dan taubat. Lama kelamaan muncul pertanyaan dalam lamunan saya, mengapa para pemabuk dan penggemar seks bebas ini bisa menyesali perbuatan itu sejadi-jadinya? Sampai hijrah pula? Padahal, kedua hal tersebut dibutuhkan sebuah tanggung jawab dan kebijaksanaan dalam mempraktekannya, hal yang paling mendasar jika gemar minum sudah pasti harus berusia 21+ dan ‘tahu batasnya’, artinya dalam keadaan mabuk pun harus memiliki “kesadaran” yang kokoh. Jika gemar seks minimal jangan malu untuk membeli alat kontrasepsi agar mengurangi resiko terhadap  pasangan dan tentunya diri sendiri.

 

Mungkin ini maknanya dari sebuah pendidikan karakter dan pentingnya edukasi tentang hal tabu sekalipun, sehingga tidak terjadi kekagetan moral dalam diri kita, bagi saya edukasi untuk mengenal apa yang kita sukai adalah pondasi awal sebelum mengenalkan agama. Artinya begini, ketika para “pendosa” itu melakukan aktivitas kedosaannya dengan penuh pengetahuan, tanggung jawab dan kebijaksanaan, pada saat mereka bertemu dengan hidayah pastinya akan diterima dengan jiwa yang kokoh, dan sudah pasti akan beragama dengan bijak, tidak genit “sekedar mengingatkan” para pendosa lain yang belum menemukan hidayah, karena semua memiliki kesempatan dan waktunya masing-masing.

 

Hal ini akan menjadi sebuah kerancuan besar ketika ada seseorang yang terlalu maksiat dan pada saat bertemu hidayah menjadi terlalu akhirat. Dari kata “terlalu” itu saja sebenarnya tidak menunjukan perubahan melainkan sebuah kemandekan yang tidak mengubah apapun, kenapa? Karena sebenarnya ia tetap dalam keadaan ekstrim, hanya saja posisinya dari ekstrim kiri ke ekstrim kanan, yang hasilnya akan sama-sama berlebihan dan tidak sesuai dengan konsep Islam.

 

Sedangkan pembentukan karakter melalui edukasi sangat penting untuk menjaga kendali diri (tahu batas), mengetahui apa yang kita suka, tidak kagetan, dan kebal terhadap bisikan-bisikan setan (memiliki prinsip). Hal ini sangat tepat untuk menciptakan jati diri yang moderat sesuai konsep Islam itu sendiri yaitu ummat al wasath (umat pertengahan).

 

Akhir kata, ternyata melamun juga memabukkan.

0 comments: