Pergolakan Pemikiran Islam
Catatan Harian Ahmad Wahib
Saya kira Ahmad Wahib (Alm) seorang
visioner, bisa menebak, mengkritik, gelisah pada apa-apa yang terjadi pada saat
ini (2018) tapi setelah direnungkan kembali, ternyata TIDAK, Ahmad Wahib bukan
seorang visioner melainkan apa yang ia gelisahkan tentang pemikiran agama ditengah masyarakat kita belum berubah, pasca Ahmad Wahib
menulis pemikirannya di buku harian pada akhir 60'an. Bahkan jika ia masih hidup saat ini saya
rasa dia akan lelah karena apa yang membuatnya terus gelisah justru semakin
sukses ditengah masyarakat kita sekarang.
Almarhum Ahmad Wahib berasal
dari lingkungan agama yang terkenal sangat teguh, Madura. Dalam pendidikan,
Almarhum adalah mahasiswa fakultas eksakta, Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, dalam
pembicaraan-pembicaraan di Lingkaran Diskusi, memang Ahmad Wahib seringkali
mengeluarkan pendapat-pendapat yang tidak biasa didengar oleh banyak orang.
Terutama masalah-masalah agama seperti contoh kutipan Ahmad Wahib
dibawah ini :
dibawah ini :
“Sebagian orang meminta agar saya berpikir dalam
batas-batas Tauhid, sebagai konklusi globalitas ajaran Islam. Aneh, mengapa
berpikir hendak dibatasi. Apakah Tuhan itu takut terhadap rasio yang diciptakan
oleh Tuhan itu sendiri? Saya percaya pada Tuhan, tapi Tuhan bukanlah daerah
terlarang bagi pemikiran. Tuhan ada bukan untuk tidak dipikirkan “adanya”.
Tuhan bersifat wujud bukan untuk kebal dari sorotan kritik. Sesungguhnya orang
yang mengakui ber-Tuhan, tapi menolak berpikir bebas berarti menghina
rasionalitas eksistensinya Tuhan. Jadi dia menghina Tuhan karena kepercayaannya
hanya sekedar kepura-puraan yang tersembunyi.”
17 July 1969
“Kalau suatu golongan atau umumnya umat Islam lemah,
dalam suatu peristiwa atau hal tertentu, maka dengan cepat orang-orang
terpelajar muslim dan saya pun dulu begitu juga – berkata bahwa yang salah
adalah orang Islamnya bukan Islamnya. Ini adalah suatu bentuk dari tidak adanya
kebebasan berpikir. Orang takut untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya
kritik terhadap Islam. Kemungkinan adanya kritik sudah ditutup karena Islam
sudah apriori dianggap betul dan kebal terhadap kemungkinan mengandung
kelemahan. Apakah tidak mungkin Islam itu sendiri mengandung kelemahan ? Saya
sendiri sampai sekarang masih bertanya-tanya. Saya ingin menjadi muslim yang
baik dengan selalu bertanya. Saya tidak bisa mengelak dari pikiran. Di mana
saya berada, ke mana saya menuju di situ dan ke sana pikiran itu ada dan
bertanya. Bekerjanya pikiran itu telah melekat pada adanya manusia. Taka ada kerja
pikir berarti taka ada manusia. Karena itu taka da jalan lain kecuali
menggunakan daya pikir itu semaksimal mungkin. Dan titik akhir dari usaha dan
menilai usaha ialah kematian”
25 Desember 1969
Dua contoh kutipan buku
harian di atas adalah contoh-contoh kecil kebebasan berpikir seorang Ahmad
Wahib dalam meyakinkan dirinya akan kehadiran Tuhan. Bagi saya Ahmad Wahib bukan
seorang pencari Tuhan melainkan seorang yang terlalu cinta akan Tuhannya, barangkali
ia sudah yakin akan kehadiran Tuhan namun ia ingin menggunakan bahasa-bahasa
lain untuk mengungkapkan cintanya kepada Tuhan, jadi tidak hanya sekedar
kalimat “Aku Cinta Kamu” namun lebih dari itu. Pendapat saya ini juga bukan
asal karena ini juga berasal dari kutipan Ahmad Wahib :
“Tuhan, aku
menghadap padamu bukan hanya di saat aku cinta padamu, tapi juga di saat-saat
aku tidak cinta dan tidak mengerti tentang dirimu, di saat-saat aku seolah-olah
memberontak terhadap kekuasaanmu. Dengan demikian, Rabbi aku mengharap cintaku
padamu akan pulih kembali. Aku tidak bisa menunggu cinta untuk sebuah Sholat”
18 Mei 1969
Pada akhirnya menurut saya pemikiran
Ahmad Wahib bukan untuk disetujui atau tidak setuju, melainkan untuk
direnungkan. Atau biarlah semua orang tidak perlu menyetujui pemikirannya agar
Ahmad Wahib selalu menjadi “Oase” bagi mereka yang membutuhkan cara pandang
lain yang menyegarkan terhadap Islam.
Perdebatan akan selalu ada, mengingat Imam Ghazali & Ibn Rusyd saja berbeda pendapat mengenai hal yang bersifat Tauhid. Hasil dari kedua pemikiran mereka pun mengajarkan pada pentingnya menggunakan akal yang disertai keImanan yang kuat, dalam memahami ketuhanan dan alam semesta.
Ahmad Wahib Meninggal pada 31 Maret 1973 setelah sebuah motor menabraknya dari belakang, di persimpangan jalan Senen Raya-Kalilio. Ia meninggal pada usia yang terbilang cukup muda, 31 tahun.
Perdebatan akan selalu ada, mengingat Imam Ghazali & Ibn Rusyd saja berbeda pendapat mengenai hal yang bersifat Tauhid. Hasil dari kedua pemikiran mereka pun mengajarkan pada pentingnya menggunakan akal yang disertai keImanan yang kuat, dalam memahami ketuhanan dan alam semesta.
Ahmad Wahib Meninggal pada 31 Maret 1973 setelah sebuah motor menabraknya dari belakang, di persimpangan jalan Senen Raya-Kalilio. Ia meninggal pada usia yang terbilang cukup muda, 31 tahun.
PERGOLAKAN PEMIKIRAN ISLAM
Ahmad Wahib
PENYUNTING
-Djohan Effendi
-Ismed Natsir
PENERBIT
LP3ES
0 comments: